BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Spermatozoid
atau sel sperma atau spermatozoa
(berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah
sel dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot
adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio.
Peran aktif spermatozoon adalah sebagai gamet jantan sehingga
penting pada keberhasilan munculnya individu baru. Oleh karena itu, di dalam reproduksi sering diperlukan
adanya standar kualitas spermatozoa.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang dibahas pada
makalh ini antara lain:
1.
Bagaimana struktur sel sperma ?
2.
Bagaimana proses spermatogenesis ?
3.
Bagaimana
kelainan pada sel sperma?
C.
Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini
antara lain sebagai berikut:
1.
Dapat menjelaskan struktur sel sperma.
2.
Dapat menjelaskan proses spermatogenesis.
3.
Dapat
menjelaskan tentang kelainan-kelainan pada sel sperma.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sperma atau disebut juga spermatozoa
adalah sel gamet dari laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan
50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah
(leher) dan ekor. Dimensi kepala dengan panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 -
3.5 mikrometer, dengan rasio antara panjang dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh
testis, sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar tambahan di sepanjang
saluran reproduksi pria,
yaitu kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis (Cowper’s) dan kelenjar urethra (Littre’s), (Anonim, 2009).
B.
Struktur
Sel Sperma
Spermatozoa merupakan
sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi mengalami pembelahan
atau pertumbuhan, berasal dari gonosit
yang menjadi spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder
dan selanjutnya berubah menjadi spermatid
dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa.
Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan
ekor (Anonim, 2009).
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian
tengah dan ekor (flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini
mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus
lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma
mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan sperma. Ekor sperma
berfungsi sebagai alat gerak (Anonim, 2009).
1.
Kepala
Kepala spermatozoa bentuknya bulat telur dengan ukuran
panjang 5 mikron, diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama dibentuk
oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat penurunan ayah. Kepala sperma mengandung
nukleus. Bagian ujung kepala atau
pada bagian anterior kepala spermatozoa terdapat akrosom, suatu struktur yang
berbentuk topi yang menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan mengandung
beberapa enzim hidrolitik antara lain: hyaluronidase,
proakrosin, akrosin, esterase, asam hidrolase dan Corona
Penetrating Enzim (CPE) yang semuanya penting untuk penembusan ovum
(sel telur) pada proses fertilisasi
(Anonim, 2009).
Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang
dikelilingi oleh membran akrosom yang terdiri dari dua lapis, yaitu membran akrosom dalam (inner
acrosomal membran) dan membran akrosom luar (outer
acrosomal membran). Secara molekuler susunan kedua membran
akrosom ini sangat berbeda, membran akrosom luar bersatu dengan plasma membran
(membran spermatozoa) pada waktu terjadinya reaksi akrosom sedang membran
akrosom dalam menghilang. Bagian ekuatorial akrosom merupakan bagian penting
pada spermatozoa, hal ini karena bagian anterior pada akrosom ini yang
mengawali penggabungan dengan membran oosit pada proses fertilisasi berubah
menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa (Anonim, 2009).
2.
Ekor
Ekor dibedakan atas 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Bagian
tengah (midpiece)
b. Bagian
utama (principle piece)
c. Bagian
ujung (endpiece).
Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter
yang makin ke ujung makin kecil: di depan 1 mikron, di ujung 0,1 mikron.
Panjang bagian tengah: 5-7 mikron, tebal 1 mikron; bagian utama panjang 45
mikron, tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron, tebal 0,3
mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus
dengan mikroskop electron (Anonim,
2009).
Mitokondria sebagai pembangkit energi pada spermatozoa.
Principle piece dibungkus oleh sarung fibrous (fibrous
sheath) yang perbatasannya disebut anulus. Sarung fibrous bentuknya terdiri dari kolom ventral
dan dorsal yang masing-masing melalui rusuk-rusuk. Ke arah sentral ada
semacam tonjolan yang memegangi cincin nomor 3, 8 dari aksonema. Keduanya (tahanan rusuk dan pegangan cincin
aksonema) memberikan gerak tertentu
(Anonim, 2009).
Gambar 1. Struktur sel sperma
C. Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis terdapat tubulus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan
epitel dan jaringan ikat, pada jaringan epithelium terdapat sel–sel
spermatogonia dan sel Sertoli yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain
itu pada tubulus seminiferus terdapat pula sel Leydig yang mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada
proses spermatogenesis (Anonim, 2009).
Sperma dihasilkan oleh tubulus
seminiferus yang memiliki panjang 250 m
dalam testes. Sel-sel yang berada di tubulus seminiferus
berupa sel germinal dengan bermacam-macam tahap perkembangan dan sel Sertoli
yang memberikan dukungan penting pada spermatogenesis. Spermatogenesis adalah
proses kompleks sel germinal prmordial spermatogonia (46 kromosom)
berproliferasi dan dikonversi menjadi spermatozoa motil (23 kromosom).
Prosesnya memerlukan waktu 64 hari dengan 3 tahap: mitosis, meiosis, dan
spermiogenesis (Anonim, 2011).
Proses spermatogenesis ini dapat
terjadi karena dukungan dari sel Sertoli.
Fungsi penting sel Sertoli selama proses spermatogenesis
antara lain:
1.
Sel Sertoli membentuk tight junction sebagai barrier spermatozoa dengan arah sehingga
dapat mencegah pembentukan antibodi yang
dapat menyerang sel spermatozoa (dianggap sebagai zat asing karena haploid, sel
tubuh bersifat diploid).
2.
Memberikan makanan.
3.
Sel Sertoli berfungsi untuk memfagosit
sitoplasma dari spermatid yang berubah menjadi spermatozoa dan menghancurkan
sel germinal yang rusak.
4.
Sel Sertoli membentuk lumen cairan
tubulus seminiferus sehingga sperma dapat dilepaskan dari tubulus ke
epididimis untuk disimpan dan diproses
lebih lanjut.
5.
Sel Sertoli mensekresi androgen-binding
protein (ABP). ABP berfungsi untuk mempertahankan testosteron tetap berada
dalam tubulus seminiferus, karena testosteron berupa lipid yang mudah keluar
dari membran plasma dan meninggalkan lumen.
6.
Menghasilkan hormon inhibin sebagai
umpan balik negatif yang mengontrol sekresi FSH (Anonim, 2011).
Sel sperma yang
bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses
kompleks yang disebut dengan
spermatogenesis. Secara simultan proses ini memproduksi sperma matang di dalam
tubulus seminiferus lewat langkah-langkah berikut ini:
1.
Ketika seorang anak laki-laki mencapai
pubertas pada usia 11 sampai 14 tahun, sel kelamin jantan primitif yang belum
terspesialisasi dan disebut dengan spermatogonium menjadi diaktifkan oleh
sekresi hormon testosteron.
2.
Masing-masing spermatogonium membelah
secara mitosis untuk menghasilkan dua sel anak yang masing-masing berisi 46
kromosom lengkap.
3.
Dua sel anak yang dihasilkan tersebut
masing-masing disebut spermatogonium
yang kembali melakukan pembelahan mitosis untuk menghasilkan sel anak, dan
satunya lagi disebut spermatosit primer yang berukuran lebih besar dan bergerak
ke dalam lumen tubulus seminiferus.
4.
Spermatosit primer melakukan meiosis
untuk menhasilkan dua spermatosit sekunder yang berukuran lebih kecil dari
spermatosit primer. Spermatosit sekunder ini masing-masing memiliki 23 kromosom
yang terdiri atas 22 kromosom tubuh dan satu kromosom kelamin (Y atau X).
5.
Kedua spermatosit sekunder tersebut
melakukan mitosis untuk menghasilkan empat sel lagi yang disebut spermatid yang
tetap memiliki 23 kromosom.
6.
Spermatid kemudian berubah menjadi
spermatozoa matang tanpa mengalami pembelahan dan bersifat haploid (n) 23
kromosom. Keseluruhan proses spermatogenesis ini menghabiskan waktu sekitar 64 hari
(Anonim, 2011).
Gambar 2. Struktur tubulus seminiferus
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis mencakup pematangan
sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang
bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian
disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat
dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada
saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam
ruang-ruang testis (lobulus testis).
Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus
testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal
(sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah
untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui
tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma (Anonim,
2009).
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa
atau spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus berfungsi menghasilkan testosterone (Anonim,
2009).
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja
beberapa hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:
1.
LH (Luteinizing
Hormone)
merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa
pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
2.
FSH (Folicle
Stimulating Hormone)
merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk
memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi
spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis
terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari (Anonim,
2009).
Proses pembentukan sel sperma melalui 3 fase yaitu fase pertumbuhan, fase pembelahan dan fase diferensiasi.
1.
Fase
Pertumbuhan
Pada fase pertumbuhan sel–sel calon indung sperma tumbuh,
membesar dan berduplikasi. Pada fase ini
juga terjadi penambahan materi inti, sintesis DNA dan sintesis organel sel.
Fase ini juga disebut fase persiapan sebelum melakukan pembelahan. Akhir dari fase
pertumbuhan terbentuklah spermatogonium
(sel induk sperma) yang sudah siap untuk melakukan pembelahan (Anonim, 2009).
2.
Fase
Pembelahan
Tiap spermatogonium yang sudah terbentuk akan mengalami
proses pembelahan . Spermatogonium yang terbentuk akan menjadi spermatosit
primer . Spermatosit primer inilah yang akan mengalami pembelahan. Pembelahan
yang tejadi adalah pembelahan meiosis, yaitu pembelahan yang terjadi pada
pembentukan gamet yang bertujuan untuk mereduksi jumlah kromosom. Spermatosit
primer mengalami pembelahan meiosis I membentuk 2 buah spermatosit
sekunder. Jumlah kromosom sel spermatosit sekunder adalah setengah dari sel
spermatosit primer (Anonim, 2009).
Pembelahan belum selesai, speratosit sekunder yang tebentuk akan segera mengalami pembelahan
menjadi 4 buah spermatid. Spermatid inilah sel yang akan menjadi sel sperma.
3.
Fase
Diferensiasi
Spermatid yang terbentuk pada fase pembelahan harus mengalami
perubahan agar mampu berenang mencari letak sel telur. Bentuk awalnya yang
hanya berbentuk bulatan dirasa tidak mungkin mampu mencapai sel telur. Maka
dari itu , spermatid harus mengalami diferensiasi menjadi sel–sel sperma yang
siap untuk membuahi sel telur. Setelah proses diferensiasi,
terbentuklah 4 buah sel sperma aktif yang strukturnya sudah berubah. Kini
sperma berbentuk seperti seekor berudu, dengan bentuk kepala seperti mata panah
dan berekor panjang. Tentu saja bentuk seperti ini dimaksudkan agar sel sperma
bisa dengan mudah berenang mencapai sel telur. Selain itu pada bagian kepala
terdapat organel aparatus Golgi yang berfungsi pada saat penetrasi (Anonim, 2009).
Pada
manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap hari. Siklus spermatogenesis
berlangsung rata–rata 74 hari. Artinya, perkembangan sel spermatogonia menjadi
spermatozoa matang memerlukan waktu rata–rata 74 hari. Sementara itu pemasakan
spermatosit menjadi sperma memerlukan waktu dua hari. Proses pemasakan
spermatosit menjadi sperma dinamakan spermatogenesis dan terjadi di dalam
epididimis (Anonim, 2009).
Gambar 3. Proses spermatogenesis
Pada pria dewasa normal, proses
spermatogenesis terus berlangsung sepanjang hidup, walaupun kualitas dan
kauntitasnya makin menurun dengan bertambahnya usia (Anonim, 2009).
D.
Kelainan
pada Sel Sperma
1.
Jumlah Sperma
Cairan yang dikeluarkan
pria pada saat ejakulasi sewaktu senggama disebut cairan semen. Volume normal
cairan semen sekitar 2-5 ml. Cairan
semen ini berwarna putih mutiara dan berbau khas langu dengan pH 7-8. Volume cairan semen
dianggap rendah secara abnormal jika kurang dari 1,5 ml. Volume semen melebihi
5 ml juga dianggap abnormal. Dalam
cairan semen inilah jumlah spermatozoa merupakan penentu keberhasilan
memperoleh keturunan. Yang normal, jumlah spermatozoanya sekitar 20 juta/ml.
Pada pria ditemukan kasus spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) atau bahkan tak ditemukan sel sperma sama sekali (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).
Kecuali sel-sel
spermatozoa, dalam cairan semen ini terdapat zat-zat lain yang berasal dari
kelenjar-kelenjar sekitar reproduksi pria. Zat-zat itu berfungsi menyuplai
makanan dan mempertahankan kualitas spermatozoa sehingga bisa bertahan hidup
sampai masuk ke dalam saluran reproduksi wanita, (Tri Bowo, 2011).
2.
Kelainan Bentuk (Morfologi)
Sperma yang
normal berbentuk seperti kecebong. Terdiri dari kepala, tubuh, dan ekor.
Kelainan seperti kepala kecil atau tak memiliki ekor akan mempengaruhi
pergerakan sperma. Ini tentu saja akan mempersulit sel sperma
mencapai sel telur
(Tri Bowo, 2011).
3.
Pergerakan Lemah
Untuk mencapai sel
telur, sel sperma harus mampu melakukan perjalanan panjang. Ini pun menjadi penentu
terjadinya pembuahan. Jumlah sel sperma yang cukup, jika tak dibarengi
pergerakan yang normal, membuat sel sperma tak akan mencapai sel telur.
Sebaliknya, kendati jumlahnya sedikit namun pergerakannya cepat, bisa mencapai
sel telur (Tri Bowo, 2011).
Kasus lemahnya
pergerakan sperma (asthenozoospermia)
kerap dijumpai. Adakalanya spermatozoa mati (necrozoospermia). Gerakan spermatozoa dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
a.
Bergerak cepat dan maju lurus
b.
Bergerak lambat dan sulit maju lurus
c.
Tak bergerak maju (bergerak di tempat)
d.
Tak bergerak
Sperma dikatakan normal
bila memiliki gerakan normal dengan kategori a lebih besar atau sama dengan 25%
atau kategori b lebih besar atau sama dengan 50%. Spermatozoa
yang normal satu sama lain terpisah dan bergerak sesuai arahnya masing-masing.
Dalam keadaan tertentu, spermatozoa abnormal bergerombol, berikatan satu sama
lain, dan tak bergerak. Keadaan
tersebut dikatakan terjadi aglutinasi. Aglutinasi dapat terjadi karena terjadi
kelainan imunologis di mana sel telur menolak sel sperma (Tri Bowo, 2011).
4.
Cairan Semen Terlalu Kental
Cairan semen yang
terlalu kental mengakibatkan sel sperma sulit bergerak. Pembuahan pun jadi
sulit karena sel sperma tak berhasil mencapai sel telur. Pada kasus normal,
saat diejakulasikan, cairan semen dalam bentuk yang kental akan mencair
(liquifaksi) antara 15-60 menit
(Tri Bowo, 2011).
5.
Saluran Tersumbat
Saat ejakulasi, sperma
keluar dari testis menuju penis melalui saluran yang sangat halus. Jika
saluran-saluran itu tersumbat, maka sperma tak bisa keluar. Umumnya hal ini
disebabkan trauma pada benturan. Bisa juga karena kurang menjaga kebersihan
alat kelamin sehingga menyuburkan kehidupan virus atau bakteri (Tri Bowo, 2011).
6.
Kerusakan Testis
Testis dapat rusak
karena virus dan berbagai infeksi, seperti gondongan, gonorrhea, sifilis, dan
sebagainya. Untuk diketahui, testis merupakan pabrik sperma. Dengan demikian
kesehatannya harus dijaga
karena testis
yang sehat akan menghasilkan sperma yang baik secara kualitas dan kuantitas. Testis ini sangat sensitif. Mudah sekali
dipengaruhi oleh faktor-faktor luar. Jika testis terganggu, produksi sperma
bisa terganggu. Mungkin saat berhubungan, pria tetap mengeluarkan sperma. Hanya
saja tanpa sel sperma (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Spermatozoa adalah sel
gamet dari laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60
mikrometer, dimana terdiri tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah
(leher) dan ekor. Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala atau pada
bagian anterior kepala spermatozoa terdapat akrosom, suatu struktur yang
berbentuk topi yang menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan mengandung
beberapa enzim hidrolitik. Ekor dibedakan atas 3 bagian yaitu bagian tengah (midpiece),
bagian utama (principle
piece), bagian ujung (endpiece). Proses pembentukan sel sperma atau
spermatogenesis dilakukan melalui 3 fase yaitu fase pertumbuhan fase pembelahan dan fase
diferensiasi (Anonim, 2009).
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dijadikan
media bacaan yang mungkin bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita
tentang sel sperma.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Spermatogenesis. (Online). Tersedia http://sarmanpsgala.wordpress.com/2009/06/01/spermatogenesis-proses-pembentukan-sperma/. Diakses tanggal 24 Desember 2011.
Anonim. 2011. Bioteknologi pada Sistem Reproduksi.
Tersedia http://E-bookbioteknologipdsistemreproduksi.pdf. Diakses tanggal 27 Desember
2011.
Bowo, Tri.
2011. Enam
Masalah Pada Sperma Pria. (Online). Tersedia http:// kesehatan. kompas. com /read/2010/05/19/17145773/ Masalah. pada. sperma.Pria. Diakses
24 Desember 2011.