Jumat, 23 November 2012

Makalah Sel Sperma



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon adalah sebagai gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru. Oleh karena itu, di dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa.
B.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang dibahas pada makalh ini antara lain:
1.        Bagaimana struktur sel sperma ?
2.        Bagaimana proses spermatogenesis ?
3.        Bagaimana kelainan pada sel sperma?
C.      Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.        Dapat menjelaskan struktur sel sperma.
2.        Dapat menjelaskan proses spermatogenesis.
3.        Dapat menjelaskan tentang kelainan-kelainan pada sel sperma.






BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian
Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi kepala dengan panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan rasio antara panjang dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma dihasilkan oleh testis, sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar tambahan di sepanjang saluran reproduksi pria, yaitu kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis (Cowper’s) dan kelenjar urethra (Littre’s), (Anonim, 2009).
B.       Struktur Sel Sperma
Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal dari gonosit yang menjadi spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder dan  selanjutnya berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa.  Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor (Anonim, 2009).
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan ekor (flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala ini mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat gerak (Anonim, 2009).
1.        Kepala
Kepala spermatozoa bentuknya bulat telur dengan ukuran panjang 5 mikron, diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama dibentuk oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat penurunan ayah. Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala atau pada bagian anterior kepala spermatozoa terdapat akrosom, suatu struktur yang berbentuk topi yang menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan mengandung beberapa enzim hidrolitik antara lain: hyaluronidase, proakrosin,  akrosin, esterase, asam hidrolase  dan Corona Penetrating Enzim (CPE) yang semuanya penting untuk penembusan ovum (sel telur) pada proses fertilisasi (Anonim, 2009).
Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang dikelilingi oleh membran akrosom yang terdiri dari dua lapis, yaitu membran akrosom dalam (inner acrosomal membran) dan membran akrosom luar (outer acrosomal membran). Secara molekuler  susunan kedua membran akrosom ini sangat berbeda, membran akrosom luar bersatu dengan plasma membran (membran spermatozoa) pada waktu terjadinya reaksi akrosom sedang membran akrosom dalam menghilang. Bagian ekuatorial akrosom merupakan bagian penting pada spermatozoa, hal ini karena bagian anterior pada akrosom ini yang mengawali penggabungan dengan membran oosit pada proses fertilisasi berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa (Anonim, 2009).
2.        Ekor
Ekor dibedakan atas 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
a.       Bagian tengah (midpiece)
b.      Bagian utama (principle piece)
c.       Bagian ujung (endpiece).
Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter yang makin ke ujung makin kecil: di depan 1 mikron, di ujung 0,1 mikron.  Panjang bagian tengah: 5-7 mikron, tebal 1 mikron; bagian utama panjang 45 mikron, tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron, tebal 0,3 mikron.  Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskop electron (Anonim, 2009).
Mitokondria sebagai pembangkit energi pada spermatozoa.  Principle piece dibungkus oleh sarung fibrous (fibrous sheath) yang perbatasannya disebut anulus.  Sarung fibrous bentuknya terdiri dari kolom ventral dan dorsal yang masing-masing melalui rusuk-rusuk.  Ke arah sentral ada semacam tonjolan yang memegangi cincin nomor 3, 8 dari aksonema.  Keduanya (tahanan rusuk dan pegangan cincin aksonema) memberikan gerak tertentu (Anonim, 2009).






                                                               
                                                  Gambar 1.  Struktur sel sperma
C.      Spermatogenesis
            Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis terdapat tubulus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ikat, pada jaringan epithelium terdapat sel–sel spermatogonia dan sel Sertoli yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada tubulus seminiferus terdapat pula sel Leydig yang mengsekresikan hormone testosterone yang berperan pada proses spermatogenesis (Anonim, 2009).
Sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus yang memiliki panjang 250 m
dalam testes. Sel-sel yang berada di tubulus seminiferus berupa sel germinal dengan bermacam-macam tahap perkembangan dan sel Sertoli yang memberikan dukungan penting pada spermatogenesis. Spermatogenesis adalah proses kompleks sel germinal prmordial spermatogonia (46 kromosom) berproliferasi dan dikonversi menjadi spermatozoa motil (23 kromosom). Prosesnya memerlukan waktu 64 hari dengan 3 tahap: mitosis, meiosis, dan spermiogenesis (Anonim, 2011).
Proses spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli.
Fungsi penting sel Sertoli selama proses spermatogenesis antara lain:
1.        Sel Sertoli membentuk tight junction sebagai barrier spermatozoa dengan arah sehingga dapat mencegah pembentukan antibodi  yang dapat menyerang sel spermatozoa (dianggap sebagai zat asing karena haploid, sel tubuh bersifat diploid).
2.        Memberikan makanan.
3.        Sel Sertoli berfungsi untuk memfagosit sitoplasma dari spermatid yang berubah menjadi spermatozoa dan menghancurkan sel germinal yang rusak.
4.        Sel Sertoli membentuk lumen cairan tubulus seminiferus sehingga sperma dapat dilepaskan dari tubulus ke epididimis  untuk disimpan dan diproses lebih lanjut.
5.        Sel Sertoli mensekresi  androgen-binding protein (ABP). ABP berfungsi untuk mempertahankan testosteron tetap berada dalam tubulus seminiferus, karena testosteron berupa lipid yang mudah keluar dari membran plasma dan meninggalkan lumen.
6.        Menghasilkan hormon inhibin sebagai umpan balik negatif yang mengontrol sekresi FSH (Anonim, 2011).
Sel sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses kompleks  yang disebut dengan spermatogenesis. Secara simultan proses ini memproduksi sperma matang di dalam tubulus seminiferus lewat langkah-langkah berikut ini:
1.        Ketika seorang anak laki-laki mencapai pubertas pada usia 11 sampai 14 tahun, sel kelamin jantan primitif yang belum terspesialisasi dan disebut dengan spermatogonium menjadi diaktifkan oleh sekresi hormon testosteron. 
2.        Masing-masing spermatogonium membelah secara mitosis untuk menghasilkan dua sel anak yang masing-masing berisi 46 kromosom lengkap.
3.        Dua sel anak yang dihasilkan tersebut masing-masing disebut spermatogonium yang kembali melakukan pembelahan mitosis untuk menghasilkan sel anak, dan satunya lagi disebut spermatosit primer yang berukuran lebih besar dan bergerak ke dalam lumen tubulus seminiferus.
4.        Spermatosit primer melakukan meiosis untuk menhasilkan dua spermatosit sekunder yang berukuran lebih kecil dari spermatosit primer. Spermatosit sekunder ini masing-masing memiliki 23 kromosom yang terdiri atas 22 kromosom tubuh dan satu kromosom kelamin (Y atau X).
5.        Kedua spermatosit sekunder tersebut melakukan mitosis untuk menghasilkan empat sel lagi yang disebut spermatid yang tetap memiliki 23 kromosom.
6.        Spermatid kemudian berubah menjadi spermatozoa matang tanpa mengalami pembelahan dan bersifat haploid (n) 23 kromosom. Keseluruhan proses spermatogenesis ini menghabiskan waktu sekitar 64 hari (Anonim, 2011).







               
                    Gambar 2. Struktur tubulus seminiferus
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma (Anonim, 2009).
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus berfungsi menghasilkan testosterone (Anonim, 2009).
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:
1.        LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
2.        FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari (Anonim, 2009).
Proses pembentukan sel sperma melalui 3 fase yaitu fase pertumbuhan, fase pembelahan dan fase diferensiasi.
1.        Fase Pertumbuhan
Pada fase pertumbuhan sel–sel calon indung sperma tumbuh, membesar dan berduplikasi. Pada fase ini juga terjadi penambahan materi inti, sintesis DNA dan sintesis organel sel. Fase ini juga disebut fase persiapan sebelum melakukan pembelahan. Akhir dari fase pertumbuhan terbentuklah spermatogonium (sel induk sperma) yang sudah siap untuk melakukan pembelahan (Anonim, 2009).
2.        Fase Pembelahan
Tiap spermatogonium yang sudah terbentuk akan mengalami proses pembelahan . Spermatogonium yang terbentuk akan menjadi spermatosit primer . Spermatosit primer inilah yang akan mengalami pembelahan. Pembelahan yang tejadi adalah pembelahan meiosis, yaitu pembelahan yang terjadi pada pembentukan gamet yang bertujuan untuk mereduksi jumlah kromosom. Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis I  membentuk 2 buah spermatosit sekunder. Jumlah kromosom sel spermatosit sekunder adalah setengah dari sel spermatosit primer (Anonim, 2009).
Pembelahan belum selesai, speratosit sekunder yang tebentuk akan segera mengalami pembelahan menjadi 4 buah spermatid. Spermatid inilah sel yang akan menjadi sel sperma.
3.        Fase Diferensiasi
Spermatid yang terbentuk pada fase pembelahan harus mengalami perubahan agar mampu berenang mencari letak sel telur. Bentuk awalnya yang hanya berbentuk bulatan dirasa tidak mungkin mampu mencapai sel telur. Maka dari itu , spermatid harus mengalami diferensiasi menjadi sel–sel sperma yang siap untuk membuahi sel telur. Setelah proses diferensiasi, terbentuklah 4 buah sel sperma aktif yang strukturnya sudah berubah. Kini sperma berbentuk seperti seekor berudu, dengan bentuk kepala seperti mata panah dan berekor panjang. Tentu saja bentuk seperti ini dimaksudkan agar sel sperma bisa dengan mudah berenang mencapai sel telur. Selain itu pada bagian kepala terdapat organel aparatus Golgi yang berfungsi pada saat penetrasi (Anonim, 2009).
Pada manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap hari. Siklus spermatogenesis berlangsung rata–rata 74 hari. Artinya, perkembangan sel spermatogonia menjadi spermatozoa matang memerlukan waktu rata–rata 74 hari. Sementara itu pemasakan spermatosit menjadi sperma memerlukan waktu dua hari. Proses pemasakan spermatosit menjadi sperma dinamakan spermatogenesis dan terjadi di dalam epididimis (Anonim, 2009).








                       
                       Gambar 3. Proses spermatogenesis
Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kauntitasnya makin menurun dengan bertambahnya usia (Anonim, 2009).                  
D.      Kelainan pada Sel Sperma
1.        Jumlah Sperma
Cairan yang dikeluarkan pria pada saat ejakulasi sewaktu senggama disebut cairan semen. Volume normal cairan semen sekitar 2-5 ml. Cairan semen ini berwarna putih mutiara dan berbau khas langu dengan pH 7-8.  Volume cairan semen dianggap rendah secara abnormal jika kurang dari 1,5 ml. Volume semen melebihi 5 ml juga dianggap abnormal. Dalam cairan semen inilah jumlah spermatozoa merupakan penentu keberhasilan memperoleh keturunan. Yang normal, jumlah spermatozoanya sekitar 20 juta/ml. Pada pria ditemukan kasus spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) atau bahkan tak ditemukan sel sperma sama sekali (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).
Kecuali sel-sel spermatozoa, dalam cairan semen ini terdapat zat-zat lain yang berasal dari kelenjar-kelenjar sekitar reproduksi pria. Zat-zat itu berfungsi menyuplai makanan dan mempertahankan kualitas spermatozoa sehingga bisa bertahan hidup sampai masuk ke dalam saluran reproduksi wanita, (Tri Bowo, 2011).
2.        Kelainan Bentuk (Morfologi)
Sperma yang normal berbentuk seperti kecebong. Terdiri dari kepala, tubuh, dan ekor. Kelainan seperti kepala kecil atau tak memiliki ekor akan mempengaruhi pergerakan sperma. Ini tentu saja akan mempersulit sel sperma mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).
3.        Pergerakan Lemah
Untuk mencapai sel telur, sel sperma harus mampu melakukan perjalanan panjang. Ini pun menjadi penentu terjadinya pembuahan. Jumlah sel sperma yang cukup, jika tak dibarengi pergerakan yang normal, membuat sel sperma tak akan mencapai sel telur. Sebaliknya, kendati jumlahnya sedikit namun pergerakannya cepat, bisa mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).
Kasus lemahnya pergerakan sperma (asthenozoospermia) kerap dijumpai. Adakalanya spermatozoa mati (necrozoospermia). Gerakan spermatozoa dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
a.         Bergerak cepat dan maju lurus
b.        Bergerak lambat dan sulit maju lurus
c.         Tak bergerak maju (bergerak di tempat)
d.        Tak bergerak
Sperma dikatakan normal bila memiliki gerakan normal dengan kategori a lebih besar atau sama dengan 25% atau kategori b lebih besar atau sama dengan 50%. Spermatozoa yang normal satu sama lain terpisah dan bergerak sesuai arahnya masing-masing. Dalam keadaan tertentu, spermatozoa abnormal bergerombol, berikatan satu sama lain, dan tak bergerak. Keadaan tersebut dikatakan terjadi aglutinasi. Aglutinasi dapat terjadi karena terjadi kelainan imunologis di mana sel telur menolak sel sperma (Tri Bowo, 2011).
4.        Cairan Semen Terlalu Kental
Cairan semen yang terlalu kental mengakibatkan sel sperma sulit bergerak. Pembuahan pun jadi sulit karena sel sperma tak berhasil mencapai sel telur. Pada kasus normal, saat diejakulasikan, cairan semen dalam bentuk yang kental akan mencair (liquifaksi) antara 15-60 menit (Tri Bowo, 2011).
5.        Saluran Tersumbat
Saat ejakulasi, sperma keluar dari testis menuju penis melalui saluran yang sangat halus. Jika saluran-saluran itu tersumbat, maka sperma tak bisa keluar. Umumnya hal ini disebabkan trauma pada benturan. Bisa juga karena kurang menjaga kebersihan alat kelamin sehingga menyuburkan kehidupan virus atau bakteri (Tri Bowo, 2011).
6.         Kerusakan Testis
Testis dapat rusak karena virus dan berbagai infeksi, seperti gondongan, gonorrhea, sifilis, dan sebagainya. Untuk diketahui, testis merupakan pabrik sperma. Dengan demikian kesehatannya harus dijaga karena testis yang sehat akan menghasilkan sperma yang baik secara kualitas dan kuantitas. Testis ini sangat sensitif. Mudah sekali dipengaruhi oleh faktor-faktor luar. Jika testis terganggu, produksi sperma bisa terganggu. Mungkin saat berhubungan, pria tetap mengeluarkan sperma. Hanya saja tanpa sel sperma (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).



















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala atau pada bagian anterior kepala spermatozoa terdapat akrosom, suatu struktur yang berbentuk topi yang menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan mengandung beberapa enzim hidrolitik. Ekor dibedakan atas 3 bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principle piece), bagian ujung (endpiece). Proses pembentukan sel sperma atau spermatogenesis dilakukan melalui 3 fase yaitu  fase pertumbuhan fase pembelahan dan fase diferensiasi (Anonim, 2009).
B.       Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dijadikan media bacaan yang mungkin bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita tentang sel sperma.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim.   2009.    Spermatogenesis.   (Online).   Tersedia     http://sarmanpsgala.wordpress.com/2009/06/01/spermatogenesis-proses-pembentukan-sperma/. Diakses tanggal 24 Desember 2011.
Anonim. 2011. Bioteknologi pada Sistem Reproduksi. Tersedia http://E-bookbioteknologipdsistemreproduksi.pdf. Diakses tanggal 27 Desember 2011.
Bowo, Tri. 2011. Enam Masalah Pada Sperma Pria. (Online). Tersedia  http:// kesehatan. kompas. com /read/2010/05/19/17145773/ Masalah. pada. sperma.Pria. Diakses  24 Desember 2011.