Selasa, 01 April 2014

Makalah Menjaga Keseimbangan Ekosistem

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan di sekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya interaksi antara manusia dan lingkungannya, mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi seperti kerusakan tanah, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian dan pemanfataan sumber-sumber alam untuk menunjang kehidupan manusia akibat pertumbuhan penduduk yang cepat.
Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan. Makin tinggi kebudayaan manusia, makin beraneka ragam kebutuhan hidupnya. Makin besar jumlah kebutuhan hidupnya yang diambil dari lingkungan, maka berarti makin besar perhatian manusia terhadap lingkungan. Perhatian dan pengaruh manusia hidup terhadap lingkungan makin meningkat pada zaman teknologi maju. Pada masa kini, manusia mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Eksploitasi sumber daya alam makin meningkat untuk memenuhi bahan dasar industri. Sebaliknya, hasil sampingan dari industri berupa asap dan limbah mulai menurunkan kualitas lingkungan hidup. 
Manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang memiliki daya pikir dan daya nalar tertinggi dibandingkan makhluk lainnya. Disini jelas terlihat bahwa manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang aktif. Hal ini disebabkan manusia dapat secara aktif mengelola dan mengubah ekosistem sesuai dengan apa yang dikehendaki. 
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kegiatan manusia terhadap keseimbangan ekosistem?
2. Bagaimana penanggulangan rusaknya keseimbangan ekosistem?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan manusia terhadap keseimbangan ekosistem?
2. Untuk mengetahui cara penanggulangan rusaknya keseimbangan ekosistem?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem  ekologi yang  terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (Soemarno, 2010). 
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.  Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan  fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga mempengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan  lingkungan  fisik menghasilkan sutu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain di tata surya (Soemarno, 2010). 
B. Komponen Penyusun Ekosistem
Setiap  makhluk  hidup  berinteraksi  dengan  lingkungannya.  Lingkungan dalam hal ini adalah segala sesuatu yang terdapat di sekeliling makhluk hidup, kecuali makhluk hidup itu sendiri. Ada dua macam faktor, yaitu biotik dan abiotik (Wisnuwati, 2011).
1. Faktor Biotik
Komponen biotik terdiri dari berbagai jenis mikroorganisme, cendawan, ganggang,  lumut,  tumbuhan  paku,  tumbuhan  tingkat  tinggi, invertebrata,  dan  vertebrata  serta  manusia.  Setiap  komponen  biotik memiliki cara hidup sendiri yang akan menentukan interaksi dengan komponen biotik  lainnya dan komponen  abiotik. Misalnya tumbuhan hijau  melakukan  fotosintesis  untuk  memperoleh  makan,  herbivora memakan  tumbuhan,  dan  mikroorganisme  menguraikan  sisa-sisa tumbuhan serta hewan untuk memperoleh energi. Berdasarkan fungsinya, komponen biotik dapat dibedakan atas (Wisnuwati, 2011):
a. Produsen  adalah  makhluk  hidup  yang  menyusun  senyawa  organik atau membuat makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Makhluk hidup yang tergolong produsen, meliputi makhluk hidup yang melakukan fotosintesis (tumbuhan, bakteri fotosintesis, ganggang hijau, ganggang hijau-biru).
b. Konsumen  (makhluk  hidup  heterotrof)  adalah  makhluk  hidup  yang tidak mampu menyusun senyawa organik atau membuat makanannya sendiri. Untuk  memenuhi  kebutuhan  makanannya,  makhluk  hidup  ini bergantung pada makhluk hidup lain. Hewan dan manusia tergolong sebagai konsumen.
c. Dekomposer atau detritivora  (pengurai) merupakan makhluk hidup yang  menguraikan  sisa-sisa  makhluk  hidup  mati  untuk  memperoleh makanan  atau  bahan  organik  yang  diperlukan.  Penguraian memungkinkan zat-zat organik yang kompleks terurai menjadi zat-zat yang lebih sederhana dan dapat dimanfaatkan kembali oleh produsen. Makhluk hidup yang termasuk dekomposer adalah bakteri, cendawan, cacing, beberapa jenis rodentia dan serangga tanah.
2. Faktor Abiotik
Faktor abiotik merupakan faktor yang bersifat tidak hidup (non hayati), meliputi faktor-faktor iklim atau  klimatik  (suhu, cahaya, tekanan udara, kelembaban, angin, curah hujan), dan faktor-faktor tanah atau  edafik (jenis tanah, struktur dan tekstur tanah, derajat keasaman atapun pH, kandungan  mineral  dan  air,  serta  dalamnya  permukaan  air  tanah). Masing-masing faktor tersebut dapat diukur dan diketahui pengaruhnya pada makhluk hidup. Faktor abiotik bersifat saling berkaitan dan tidak satu pun bekerja sendiri-sendiri (Wisnuwati, 2011).

C. Proses-proses Dasar dalam Ekosistem
Untuk menjaga keseimbangan pada ekosistem, maka terjadi peristiwa makan dan dimakan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan populasi suatu organisme. Peristiwa makan dan dimakan antarmakhluk hidup dalam suatu ekosistem membentuk rantai makanan dan jaring- jaring makanan (Team Teaching, 2012).
1. Rantai Makanan
Rantai makanan ini terjadi jika satu jenis produsen dimakan oleh satu jenis konsumen pertama, konsumen pertama dimakan oleh satu jenis konsumen kedua, dan seterusnya. Konsumen yang menjadi pemakan terakhir disebut konsumen puncak. Rantai makanan terjadi di berbagai ekosistem. Di antara rantai makanan tersebut terdapat pengurai, karena pada akhirnya semua makhluk hidup akan mati dan diuraikan oleh pengurai. Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit (Team Teaching, 2012). 
a. Rantai Pemangsa
Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
b. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu.
c. Rantai Saprofit  
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan. 

2. Jaring-jaring Makanan
            Pada ekosistem, setiap organisme mempunyai suatu peranan, ada yang berperan sebagai produsen, konsumen ataupun dekomposer. Produsen adalah penghasil makanan untuk makhluk hidup sedangkan konsumen adalah pemakan produsen. Produsen terdiri dari organisme-organisme berklorofil (autotrof) yang mampu memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik (melalui fotosintesis). Zat-zat organik ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme heterotrof (manusia dan hewan) yang berperan sebagai konsumen (Team Teaching, 2012).
Sebagai konsumen, hewan ada yang memakan produsen secara langsung. Tapi ada pula yang mendapat makanan secara tidak langsung dari produsen dengan memakan konsumen lainnya karenanya konsumen debedakan menjadi beberapa macam yaitu konsumen I,  II, dan seterusnya hingga konsumen puncak. Konsumen II, III, dan seterusnya tidak memakan produsen secara langsung tetapi tetap tergantung pada produsen, karena sumber makanan konsumen I adalah produsen. Peranan makan dan dimakan di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring makanan (Team Teaching, 2012).

D. Kelentingan Ekosistem (Reselience)
Suatu sistem dalam ekosistem akan memberikan tanggapan terhadap suatu gangguan, baik gangguan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggapan ekosistem tersebut sesuai dengan keadaan kelentingan yang dimilikinya. Kelentingan merupakan sifat dari suatu sistem yang memungkinkannya kembali pulih seperti keadaan semula (stabilitas), bahkan untuk menyerap dan memanfaatkan gangguan yang menimbulkan dinamika atau perubahan kecil (Anonim, 2010). 
Gangguan kecil terhadap suatu sistem dapat diserap secara berangsur-angsur, terutama apabila tidak ada tanda-tanda akan munculnya suatu batas-batas baha-ya. Dalam suatu sistem dengan kelentingan yang besar penyerapan gangguan itu akan mengubah stabilitas sistem ini. Sebaliknya sistem yang mempunyai kelentingan kecil, dapat berubah menjadi sistem baru (Anonim, 2010). 
E. Homeostasis Ekosistem
Ekosistem merupakan tingkatan organisasi di alam yang lebih tinggi dari komunitas, atau merupakan kesatuan dari komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi hubungan keteraturan. Keteraturan ini terjadi oleh adanya arus siklus materi dan aliran energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu, dimana setiap komponen mempunyai fungsi. Keseimbangan itu tidak bersifat statis, melainkan dapat berubah-ubah (dinamis), perubahan ini dapat terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia. Keseimbangan dinamis tercapai akibat adanya proses pengaturan diri terhadap setiap perubahan dari energi dan materi yang masuk atau beredar dalam sistem (Anonim, 2010). 
Dalam ekosistem terdapat suatu mekanisme keseimbangan yang dikenal dengan istilah “Homeostatis (Steady State)”, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Keseimbangan ini diatur oleh berbagai faktor yang rumit dan didalamnya termasuk mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme, produksi, dan dekomposisi bahan organik. Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan yang besar sekali terhadap perubahan, tetapi biasanya batas mekanisme homeostatis tersebut dengan mudah dapat diterobos oleh kegiatan manusia. Sebagai contoh sungai yang menerima limbah dan sampah yang tidak terlalu banyak, maka sungai dapat menjernihkan kembali airnya secara alami, sehingga air sungai dianggap tidak tercemar. Tetapi bila limbah dan sampah yang masuk itu banyak dan kontinyu, apalagi mengandung bahan beracun, maka batas homeostasis alami sungai akan terlampaui, sehingga mungkin saja sistem sungai tersebut tidak memiliki lagi sistem homeostasis alami dan secara permanen airnya berubah atau rusak sama sekali (Anonim, 2010).
Ekosistem memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi manusia untuk dipelajari dalam mengelola dan pelestarian lingkungan. Informasi dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai suatu simbol atau sebagai indikator tentang sesuatu yang terjadi atau yang ada di masa lalu, maupun di masa akan datang pada komponen ekosistem, baik secara individu maupun secara keseluruhan pada sistem itu. Sebagai contoh dari gejala alam yang memberikan informasi adalah (Anonim, 2010):
1. Fosil yang terkandung dalam tanah dan batuan, memberikan informasi tentang masa lalu dari sistem tersebut. 
2. Jejak telapak kaki dan kotoran gajah, memberikan informasi keberadaan gajah di ekosistem tersebut. 
3. Adanya sinar merah pada saat matahari akan terbenam memberikan informasi pada manusia bahwa besok hari udara akan baik dan cerah.
4. Keberadaan organisme tertentu dalam ekosistem dapat dijadikan petunjuk, misalnya adanya kunang-kunang di suatu daerah menunjukkan adanya ekosistem tersebut padang rumput ataupun hutan mangrove.
5. Warna yang beraneka ragam pada hewan, misalnya kuning belang pada harimau, warna ular kuning berbintik hitam dll. Warna yang beraneka ragam mempunyai maksud, dan memberi informasi kepada jenisnya maupun jenis lainnya, yang dapat menolong kedua belah pihak. Informasi tersebut ada yang maksudnya untuk tidak mudah terlihat oleh musuhnya, agar mudah dikenal pasangannya, memberi peringatan harus dijauhi dan hati-hati. Warna ini juga memberikan informasi identitas dari spesies tertentu.
F. Kerusakan Ekosistem
Keseimbangan ekosistem dapat terganggu jika komponen-komponen penyusunnya rusak atau bahkan hilang. Selain karena bencana alam, ekosistem dapat rusak akibat perbuatan manusia. Contoh kerusakan ekosistem akibat bencana alam adalah letusan gunung berapi, dimana lahar panasnya dapat mematikan organisme (hewan dan tumbuhan) dan mikroorganisme yang dilaluinya. Contoh kerusakan ekosistem akibat perbuatan manusia diantaranya penggundulan hutan, serta pencemaran air, tanah dan udara (Anonim, 2012).
1. Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Keseimbangan Ekosistem
a. Penebangan Pohon Secara Liar dan Pembakaran Hutan
          Hutan mempunyai peran yang sangat penting bagi ekosistem. Didalam hutan hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi hewan-hewan tersebut. Jika pohon-pohon ditebang terus, sumber makanan untuk hewanhewan yang hidup di pohon tersebut juga akan berkurang atau tidak ada, karena itu banyak hewan yang kekurangan makanan. Akibatnya, banyak hewan yang musnah dan menjadi langka. Selain menebang pohon, manusia kadang-kadang membuka lahan pertanian dan perumahan dengan cara membakar hutan. Akibatnya lapisan tanah dapat terbakar, tanah menjadi kering dan tidak subur. Hewan-hewan tanah tidak dapat hidup, hewan-hewan besar banyak yang mencari makan ke tempat lain bahkan sampai ke pemukiman manusia. Hal ini juga dapat merusak keseimbangan ekosistem (Anonim, 2012). 
b. Perburuan Hewan Secara Terus Menerus
Penangkapan secara liar pada beberapa hewan, seperti penyu, cendrawasih, badak, dan harimau dapat menyebabkan hewan-hewan tersebut menjadi langka. Manusia ada yang berburu hewan hanya untuk bersenang-senang. Juga ada yang memanfaatkan sebagai bahan makanan, hiasan, atau pakaian (Anonim, 2012).
c. Penggunaan Pupuk yang Berlebihan
          Pupuk alami adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan alami, misalnya dari kotoran hewan atau dari daun-daunan yang telah membusuk. Pupuk alami dikenal dengan sebutan pupuk kandang atau pupuk kompos. Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat dari bahan kimia. Contoh pupuk buatan adalah urea, NPK, dan ZA (Anonim, 2012).
Penggunaan pupuk buatan harus sesuai dengan aturan pemakaian karena dapat mempengaruhi ekosistem. Pupuk buatan yang berlebihan jika kena air hujan akan larut dan terbawa air ke sungai atau danau. Akibatnya di tempat tersebut terjadi penumpukan unsur hara sehingga gulma tumbuh subur. Eceng gondok tumbuh dengan subur sampai menutupi permukaan sungai atau danau. Makhluk hidup dalam sungai atau danau tersebut akan berkurang karena sinar matahari yang dibutuhkan tidak sampai ke dasar sungai atau danau (Anonim, 2012).
          Untuk memberantas hama, para petani menggunakan pestisida atau insektisida. Contoh penggunaan insektisida yang merusak ekosistem adalah penggunaannya tidak tepat waktu, jumlahnya berlebihan, dan jenis insektisidanya tidak sesuai. Penggunaan insektisida dan pestisida ini harus sesuai dengan ketentuan agar tidak membunuh makhluk hidup yang lain, seperti burung atau hewan lainnya yang tidak merusak tanaman. Penggunaan pestisida oleh petani telah memutus mata rantai ekosistem. Terputusnya mata rantai ekosistem memberi kesempatan kepada mata rantai lainnya. Keseimbangan ekosistem dapat terganggu jika komponen-komponen penyusunnya rusak atau bahkan hilang (Anonim, 2012).
2. Penanggulangan Rusaknya Keseimbangan Ekosistem
Flora dan fauna adalah kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan sangat berguna bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya di bumi. Untuk melindungi binatang dan tanaman yang dirasa perlu dilindungi dari kerusakan maupun kepunahan, dapat dilakukan beberapa macam upaya yaitu sebagai berikut (Anonim, 2012):
a. Pembuatan Suaka Margasatwa
Suaka margasatwa adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang hampir punah. Contoh: harimau, komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.
b. Pembuatan Cagar Alam
Pengertian/definisi cagar alam adalah suatu tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun binatang yang hidup di dalamnya   yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan dimasa kini dan masa mendatang. Contoh: Cagar Alam Ujung Kulon, Cagar Alam Way Kambas, dsb.
c. Perlindungan Hutan
Perlindungan hutan adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga dari kerusakan. Contoh: hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain sebagainya.
d. Pembuatan Taman Nasional
Taman nasional adalah perlindungan yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang meliputi sarana dan prasarana pariwisata di dalamnya. Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Komodo dan Taman Nasional Gunung Leuser.
e. Taman Laut
Taman laut adalah suatu laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dsb. Contoh: Taman Laut Bunaken, Taman Laut Taka Bonerate, Taman Laut Selat Pantar, Taman Laut Togean, dan banyak lagi contoh lainnya.
f. Kebun Binatang / Kebun Raya
Kebun raya atau kebun binatang yaitu suatu perlindungan lokasi yang dijadikan sebagai tempat obyek penelitian atau objek wisata yang memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih hidup.
g. Penerapan Pertanian Organik
            Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik merupakan hal yang penting dalam pertanian organik.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keseimbangan ekosistem tidak bersifat statis, melainkan dapat berubah-ubah (dinamis), perubahan ini dapat terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia. Kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem diantaranya (1) penebangan pohon secara liar dan pembakaran hutan, (2) perburuan hewan secara terus-menerus, dan (3) penggunaan pupuk yang berlebihan. Untuk menanggulangi rusaknya keseimbangan ekosistem, dapat dilakukan dengan upaya-upaya berikut (1) pembuatan suaka margasatwa, (2) pembuatan cagar alam, (3) perlindungan hutan, (4) pembuatan taman nasional, (5) pembuatan taman laut, (6) pembuatan kebun binatang, dan (7) penerapan pertanian organik.
B. Saran
Ekosistem merupakan suatu kawasan yang terdiri dari unsur hayati dan non hayati, di mana di dalamnya terdapat berbagai macam habitat degan segala relung dan populasinya. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga keseimbangan ekosistem harus terus digalakan sehingga tidak ada komponen yang terganggu dan keberlangsungan kehidupan makhluk hidup pun terjamin.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Ekologi Tumbuhan. Makassar: Biologi FMIPA Universitas Hasannudin.
Anonim. 2012. Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Keseimbangan Ekosistem. http://www.crayonpedia.org/mw/PENGARUH_KEGIATAN_MANUSIA_TERHADAP_KESEIMBANGAN_EKOSISTEM.
Soemarno. 2010. Ekosistem Sawah. pslp-ppsub.
Team Teaching. 2012. Bahan Ajar Mata Kuliah Biodiversitas dan Konservasi. Gorontalo: Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.
Wisnuwati. 2011. Aplikasi Ekosistem dan Peranannya dalam Bidang Pertanian. Departemen Sains Terapan dan Lingkungan.

Tidak ada komentar: