Selasa, 01 April 2014

Silabus, RPP, Hakikat Kesiapan dan Hakikat Media

BAB I
SILABUS DAN RPP

A. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian BSNP (Depdiknas, 2008).
Menurut Depdiknas (2006) Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. 
  Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 
1. Apa kompetensi yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok;
2. Bagaimana cara mencapainya yang dijabarkan dalam pengalaman belajar beserta alokasi waktu dan alat sera sumber belajar yang diperlukan; dan
3. Bagaimana mengetahui pencapaian kompetensi yang ditandai dengan penyusunan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai. 

Menurur Yahya Nursidik (2009) bahwa Silabus adalah: 
1. Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi/materi pembelajaran (Salim, 1987:98)
2. Merupakan seperangkat rencana serta pengaturan pelaksanaan pembelajara dan penilaian yang disusun secara sitematis memuat komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapai penguasaan kompetensi dasar (Yulaelawati, 2004:123)
3. Salah satu rancangan kurikulum pembelajaran.
4. Merupakan ringkasan isi komponen-komponen kurikulum
5. Penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan pokok-pokok/uraian materi yang harus dipelajari siswa ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, kegiatan dan strategi penilaian, dan alokasi waktu per mata pelajaran per satuan pendidikan dan per kelas.
6. Salah satu tahapan pengembangan kurikulum, khususnya untuk menjawab "apa yang harus dipelajari?"
7. Merupakan hasil atau produk pengembangan disain pembelajaran, seperti PDKBM, GBPP, dsb.

B. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dalam Depdiknas (2006) dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan. 
1. Guru
Sebagai tenaga profesional yang memiliki tangung jawab langsung terhadap kemajuan belajar siswanya, seorang guru diharapkan mampu mengembangkan silabus sesuai dengan kompetensi mengajarnya secara mandiri. Di sisi lain guru lebih mengenal karakteristik siswa dan kondisi sekolah serta lingkungannya. 
2. Kelompok Guru 
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut. 

3. Kelompok Kerja Guru (MGMP/PKG) 
Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
4. Dinas Pendidikan 
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Depatemen Pendidikan Nasional.

C. Prinsip Pengembangan Silabus
  Prinsip pengembangan silabus menurut Depdiknas (2006) dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Ilmiah 
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. 
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. 
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. 
4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian. 
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. 
6. Aktual dan Kontekstual 
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. 
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. 
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

  Prinsip pengembangan silabus menurut Yahya Nursidik (2009) dapat didefinisikan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmiah
Materi pembelajaran yang diberikan dalam silabus harus memenuhi kebenaran secara ilmiah. Memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa Cakupan,kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologis siswa.
2. Sistematis
Silabus dianggap sebagai suatu system sesuai konsep dan prinsip system, penyusunan silabus dilakukan secara sistematis, sejalan dengan pendekatan system atau langkah-langkah pemecahan masalah.
3. Relevansi,Konsitensi, dan Kecakupan
Dalam penyusunan silabus diharapkan adanya kesesuaian, keterkaitan, konsitensi dan kecakupan antara standar kompetensi, kompetnsi dasa, materi pokok, pengalaman belajar,system penilaian dan sumber bahan(Depdiknas, 2004:11)

D. Tahap Pengembangan Silabus
  Tahap pengembangan silabus menurut Depdiknas (2006) dibagi menjadi enam bagian yaitu:
1. Perencanaan
Tim yang ditugaskan untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multi-media dan internet. 
2. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan penyusunan silabus perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Standar Kompetensi Lulusan serta Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 
3. Perbaikan
Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Pengkaji dapat terdiri atas para spesialis kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri. 
4. Pemantapan
Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria dengan cukup baik dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan komunitas sekolah lainnya. 
5. Penilaian Silabus 
Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan menggunakan model-model penilaian kurikulum. 

E. Komponen silabus 
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini: 
1. Identifikasi 
2. Standar Kompetensi 
3. Kompetensi Dasar 
4. Materi Pokok 
5. Pengalaman Belajar 
6. Indikator 
7. Penilaian 
8. Alokasi Waktu 
9. Sumber/Bahan/Alat 

F. Format Silabus
  Dalam menyusun silabus, penyusun silabus dapat memilih salah satu model format di antara beberapa format berikut ini.
Format 
SILABUS
Nama Sekolah :.........................................................................
Mata Pelajaran :.........................................................................
Kelas/Semester :.........................................................................
Standar Kompetensi :.........................................................................

Kompetensi Dasar :.........................................................................
Materi Pokok :.........................................................................
Pengalaman Belajar :.........................................................................
Indikator Penilaian :.........................................................................
Sumber/ Bahan :.........................................................................
Alat :.........................................................................

G. Pengertian  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus (2009). Yahya Nursidiq (2009) menjelaskan tentang pengertian RPP dapat dideskripsikan menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut: 
1. Perkiraan atau proyeksi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran
2. Rencana yang mengambarkan prosedur dan pengoraginasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dlam silabus. 
3. Pembelajaran adalah proses yang ditata dan diatur menurut langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang diharapkan. 
4. RPP disusun untuk satu kompetensi dasar.

Sedangkan menurut Kiranawati (2007) bahwa RPP adalah penjabaran silabus yang menggambarkan rencana prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi. RPP digunakan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau lapangan.

H. Landasan Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20: "Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar" (Depdiknas, 2008).
I. Unsur Pokok Pengembangan RPP
  Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam RPP dalam depdiknas (2008) meliputi:
1. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran, kelas, semester, dan waktu/ banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
2. Kompetensi dasar dan indikator-indikator yang hendak dicapai.
3. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
4. Kegiatan pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator).
5. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
6. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian).

J. Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP
Prinsip pengembangan silabus menurut yahya Nursidik (2009) dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
3. Mengembangkan buadaya membaca dan menulis proses pembelajaran
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
5. Keterkaitan dan keterpaduan
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

K. Tujuan Dan Manfaat RPP
Tujuan dari penyusunan RPP menurut Yahya Sidik (2009) adalah: 
1. Memberikan landasan pokok bagi guru dan siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indikator.
2. Memberi gambaran mengenai acuan kerja jangka pendek
3. Karena disusun dengan menggunakan pendekatan sistem, memberi pengaruh terhadap pengembangan individu siswa
4. Karena dirancang secara matang sebelum pembelajaran, berakibat terhadap nurturant effect 

L. Prinsip Penyusunan RPP
Prinsip penyusunan RPP menurut Yahya (2009) digolongkan menjadi beberapa bagian: 
1. Spesifik
2. Operasional
3. Sistematis
4. Jangka pendek (1-3 kali pertemuan)

Sedangkan prinsip penyusunan RPP menurut Depdiknas (2008) RPP pada dasarnya merupakan kurikulum mikro yang menggambarkan tujuan/kompetensi, materi/isi pembelajaran, kegiatan belajar, dan alat evaluasi yang digunakan. Efektivitas RPP tersebut sangat dipengaruhi beberapa prinsip perencanaan pembelajaran berikut:
1. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kondisi siswa.
2. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.
3. Perencanaan pembelajaran harus memperhitungkan waktu yang tersedia
4. Perencanaan pembelajaran harus merupakan urutan kegiatan pembelajaran yang sistematis.
5. Perencanaan pembelajaran bila perlu lengkapi dengan lembaran kerja/tugas dan atau lembar observasi.
6. Perencanaan pembelajaran harus bersifat fleksibel.
7. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan pada pendekatan sistem yang mengutamakan keterpaduan antara tujuan/kompetensi, materi, kegiatan belajar dan evaluasi.

Prinsip-prinsip tersebut harus dijadikan landasan dalam penyusunan RPP. Selain itu, secara praktis dalam penyusunan RPP, seorang guru harus sudah menguasai bagaimana menjabarkan kompetensi dasar menjadi indikator,bagaimana dalam memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar, bagaimana memilih alternatif metode mengajar yang dianggap paling sesuai untuk mencapai kompetensi dasar, dan bagaimana mengembangkan evaluasi proses dan hasil belajar (Depdiknas, 2008).
M. Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Format RPP

Sekolah :.........................................................................
Mata Pelajaran :.........................................................................
Alokasi Waktu :.........................................................................
Kelas/Semester :.........................................................................
Standar Kompetensi :.........................................................................
Kompetensi Dasar :.........................................................................
Tujuan Pembelajaran :.........................................................................
Materi Pembelajaran :.........................................................................
Model Pembelajaran :......................................................................... :
Langkah-langkah Kegiatan :
1. Kegiatan Pendahuluan
2. Kegiatan Inti
3. Kegiatan Penutup
Media Pembelajaran :.........................................................................
Sumber Belajar :.........................................................................
Penilaian Hasil Belajar:.........................................................................


























BAB II
HAKIKAT KESIAPAN

A. Pengertian Kesiapan 
Menurut Slameto (2003:113) mengemukakan kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh  atau kecenderungan untuk memberi respon. 
Menurut Thorndike yang dikutip dalam Slameto (2003:114) kesiapan adalah prasyarat untuk belajar berikutnya. Sedangkan menurut Hamalik (2003:41) kesiapan adalah keadaan kapasitas yang ada pada diri siswa dalam hubungan dengan tujuan pengajaran tertentu.  
Menurut Soemanto (1998:191) ada orang yang mengartikan readiness sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu. Seorang ahli bernama Cronbach memberikan pengertian tentang readiness sebagai segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu. 
Menurut Djamarah (2002:35) kesiapan untuk belajar merupakan kondisi diri yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Menurut Darsono (2000:27) faktor kesiapan, baik fisik maupun psikologis, merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan  pengertian kesiapan belajar adalah kondisi awal suatu kegiatan belajar yang membuatnya siap untuk memberi respon/jawaban yang ada pada diri siswa dalam mencapai tujuan pengajaran tertentu.

B. Faktor-Faktor Kesiapan 
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan belajar siswa. Di bawah ini di kemukakan faktor-faktor kesiapan belajar dari beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:  

1. Menurut Darsono (2000:27) faktor kesiapan meliputi: 
a. Kondisi fisik yang tidak kondusif
Misalnya sakit, pasti akan mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar. 
b. Kondisi psikologis yang kurang baik
Misalnya gelisah, tertekan, dsb. merupakan kondisi awal yang tidak menguntungkan bagi kelancaran belajar. 
2. Menurut Slameto (2003:113) kondisi kesiapan mencakup 3 aspek, yaitu: 
a. Kondisi fisik, mental dan emosional 
b. Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan 
c. Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari
3. Menurut Djamarah (2002:35) faktor-faktor kesiapan meliputi: 
a. Kesiapan fisik 
Misalnya tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan sebagainya).
b. Kesiapan psikis 
Misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada motivasi intrinsik. 
c. Kesiapan Materiil      
Misalnya ada bahan yang dipelajari atau dikerjakan berupa buku bacaan, catatan dll. 
4. Menurut Soemanto (1998:191) faktor yang  membentuk readiness, meliputi: 
a. Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologi; ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat-alat indera, dan kapasitas intelektual. 
b. Motivasi, yang menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri.


C. Prinip-Prinsip Kesiapan 
Adapun yang menjadi prinsip-prinsip kesiapan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menurut Slameto (2003:115) prinsip-prinsip kesiapan meliputi: 
a. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh mempengaruhi).
b. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalaman.
c. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap kesiapan.
d. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan. 
2. Menurut Soemanto (1998:192) prinsip bagi perkembangan readiness meliputi: 
a. Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk readiness.
b. Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu. 
c. Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
d. Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.  

D. Aspek-Aspek Kesiapan 
Menurut Slameto (2003:115) mengemukakan aspek-aspek kesiapan adalah: 
1. Kematangan (maturation) 
Kematangan adalah proses yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan.  
2. Kecerdasan 
Di sini hanya dibahas perkembangan kecerdasan menurut J. Piaget. Menurutnya, perkembangan kecerdasan adalah sebagai berikut: 
a. Sensori motor periode (0 - 2 tahun) 
Anak banyak bereaksi reflek, reflek tersebut belum terkoordinasikan. Terjadi perkembangan perbuatan sensori motor dari yang sederhana ke yang relatif lebih kompleks. 
b. Preoperational period (2 - 7 tahun) 
Anak mulai mempelajari nama-nama dari obyek yang sama dengan apa yang dipelajari orang dewasa.
c. Concrete operation (7 - 11 tahun) 
Anak mulai dapat berfikir lebih dulu akibat-akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan yang akan dilakukannya, ia tidak lagi bertindak coba-coba salah (trial and error).  
d. Formal operation (lebih dari 11 tahun) 
Kecakapan anak tidak lagi terbatas pada obyek-obyek yang konkret serta: 
1) Ia dapat memandang kemungkinan-kemungkinan yang ada melalui pemikirannya (dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan. 
2) Dapat mengorganisasikan situasi/masalah.
3) Dapat berfikir dengan betul (dapat berpikir yang logis, mengerti hubungan sebab akibat, memecahkan masalah/berpikir secara ilmiah)







BAB III
HAKIKAT MEDIA PEMBELAJARAN

A. Pengertian Media Pembelajaran
Kata Media sendiri berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata Medium yang secara harfiah berarti " Perantara " atau " Pengantar ". Dengan demikian, maka media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Telah banyak pakar dan juga organisasi (lembaga) yang mendefinisikan media pembelajaran ini, beberapa definisi tentang media pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
1. Media pembelajaran atau media pendidikan adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk media pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya (Rossi & Breidle, 1966: 3).
2. Teknologi Pembawa Pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Scram, 1977).
3. Sarana Komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya (NEA, 1969).
4. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs, 1970).
5. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT, 1977).
6. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar (Miarso, 1989).
7. Media merupakan alat saluran komunikasi (Heinich, 1993).

Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya semua pendapat tersebut memposisikan media sebagai suatu alat atau sejenisnya yang dapat dipergunakan sebagai pembawa pesan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Pesan yang dimaksud adalah materi pelajaran, dimana keberadaan media tersebut dimaksudkan agar pesan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa.
Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. 
Media pendidikan atau media pembelajaran tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi pembelajaran. Teknologi Pembelajaran itu sendiri tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang dijelaskan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan, baik melalui kata-kata atau kalimat tertentu, bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan Demikian anak didik lebih mudah mencerna bahan yang dipelajarinya, dari pada tanpa bantuan media. Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat, jika penggunaanya tidak sejalan dengan isi dan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Seperti kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu sendiri dapat berupa pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung.
Dalam proses pembelajaran tidak semua pengalaman langsung bisa kita hadirkan pada siswa dalam kelas, untuk maksud itulah kehadiran media akan sangat membantu kita agar dapat membantu siswa agar memberikan berbagai pengalaman, sekalipun dalam bentuk pengalaman tidak langsung. Mengapa perlu media dalam pembelajaran? Pertanyaan yang sering muncul mempertanyakan pentingnya media dalam sebuah pembelajaran. Kita harus mengetahui dahulu konsep abstrak dan konkrit dalam pembelajaran, karena proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, penyampaian pesan dari pengantar ke penerima. Pesan berupa isi/ajaran yang dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Sedangkan penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa dinamakan decoding.
Ada kalanya penafsiran berhasil, adakalanya juga tidak. Kegagalan/ketidakberhasilan dalam memahami sesuatu itu terjadi manakala informasi yang kita terima kurang jelas didengar, dibaca, dilihat atau diamati. Kegagalan/ketidakberhasilan atau penghambat dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise. Semakin banyak verbalisme, maka semakin abstrak pemahaman yang diterima. Disini jelas terlihat, peran dan fungsi media adalah sebagai alat bantu pembelajaran yang dapat membantu agar siswa tidak abstrak dalam memahami sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Untuk lebih memahami peran dan kedudukan media dalam proses pembelajaran, terutama dalam perannya membantu siswa untuk memberikan pengalaman, maka Edgar Dale (1969) melukiskan berbagai pengalaman belajar itu dalam suatu kerucut yang dinamakan Kerucut Pengalaman (Cone of Experience). 
Rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran. Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audio-visual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan- gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu. Sedangkan, James Finn seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.
Kerucut Edgar Dale memberikan gambaran pada kita bahwa proses pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalaminya langsung, melalui proses pengamatan dan mendengarkan melalui media tertentu atau mungkin hanya melalui proses mendengarkan melalui bahasa. Jika pengalaman belajar siswa melalui pengalaman langsung, maka akan memberikan hasil belajar yang kongkret. Jika hal demikian tidak mungkin terjadi dalam kelas, seperti misalnya proses persalinan pada binatang, maka guru dapat menggunakan model, dengan demikian siswa akan tetap mendapatkan pengalaman yang mendekati kongkret. Begitu seterusnya, semakin keatas dari kerucut pengalaman Edgar Dale ini, maka pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan semakin abstrak. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyaklah pengalaman belajar yang diperolehnya.
Media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber pesan ataupun penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut. Aplikasi media pembelajaran berpijak pada kaidah ilmu komunikasi, yaitu "who says what in which Channels to whom in what effect" Media pembelajaran berperan sebagai "wahana penyalur pesan atau informasi belajar sehingga mengkondisikan seseorang untuk belajar". Secara umum media memiliki kegunaan yaitu: memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra, menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya, memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama. 
Harus kita akui bahwa media memberikan kontribusi positif dalam suatu proses pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan media yang tepat, akan memberikan hasil yang optimal bagi pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajarinya. Menurut Kemp & Dayton (1985 : 43), kontribusi media dalam pembelajaran adalah :
1. Penyampaian pembelajaran dapat lebih terstandar.
2. Pembelajaran dapat lebih menarik.
3. Waktu penyampaian pembelajaran dapat diperpendek.
4. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
5. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan.
6. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
7. Peran guru berubah kearah yang positif (Kemp & Dayton : 1985)

Semakin sadar kita akan pentingnya media serta segala sesuatu yang dapat membantu proses pembelajaran, semakin hari dapat kita rasakan. Pengelolaan alat bantu pembelajaran sudah sangat dibutuhkan.
Dari uraian di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat erat dan saling berkaitan antara media dan tujuan pembelajaran. Hubungan keduanya saling mempengaruhi kearah positif, artinya pemilihan media pembelajaran tertentu akan sangat menguatkan dan cocok pada tujuan pembelajaran tertentu pula. 

B. Kedudukan Media dalam Sistem Pembelajaran
Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri dari sejumlah komponen atau sebagian yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem karena didalamnya mengandung komponen yang saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, komponen-komponen tersebut meliputi : tujuan, materi, metoda, media dan evaluasi. Masing-masing dari komponen tersebut saling berkaitan erat dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Dengan demikian, akan menjadi suatu sistem yang tidak sempurna, manakala suatu pembelajaran tidak didukung oleh salah satu komponen tersebut. 

C. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran, secara umum media mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, misalnya :
a. Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film atau model.
b. objek yang terlalu kecil, dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar.
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan Timelapse atau High Speed photography.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal;
e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain; dan
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-lain) dapat divisualisasikan lewat film, gambar dan lain-lain.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk :
a. Menimbulkan kegairahan belajar.
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

D. Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran
Mengingat banyaknya media dalam pembelajaran, maka dirasa sangat perlu untuk melakukan pengelompokkan terhadap berbagai media pendidikan yang ada tersebut. Pengelompokkan ini secara praktis dimaksudkan agar memudahkan kita sebagai pengguna dalam memahami prinsip penggunaan, perawatan dan pemilihan media dalam proses pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya (2006 : 170), media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
1. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam :
a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Jenis media yang tergolong ke dalam media visual adalah: film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya.
c. Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
2. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam :
a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak,
seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.
3. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam :
a. Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film slide, operhead projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa.
b. Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rudy Brets (2004:44), yang mengklasifikasikan media menjadi 7 (tujuh), yaitu:
1. Media audio visual gerak, seperti: film bersuara, pita video, film pada televisi, Televisi, dan animasi.
2. Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, halaman suara, dan sound slide.
3. Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara.
4. Media visual bergerak, seperti: film bisu.
5. Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
6. Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.
7. Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri. 

Penjelasan dari pengelompokan di atas adalah sebagai berikut :
1. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat, yang termasuk kelompok visual misalnya : foto, gambar, poster, grafik, kartun, liflet, buklet, torso, film bisu, model 3 dimensi seperti diorama, mokeup dan sebagainya.
2. Media audio adalah media yang hanya dapat didengar saja, seperti : kaset audio, radio, MP3 Player, iPod.
3. Media audio visual yaitu media yang dapat dilihat sekaligus dapat didengar, misalnya : film bersuara, video, televisi, sound slide,
4. Multimedia adalah media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap seperti: suara, animasi, video, grafis dan film. Multimedia sering diidentikan dengan komputer, internet dan pembelajaran berbasis komputer (CBI).
5. Media realia, yaitu semua media nyata yang ada dilingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan. Misalnya tumbuhan, batuan, binatang, insectarium, herbarium, air, sawah dan sebagainya.

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang ada disekitar lingkungan kegiatan belajar yang dapat digunakan untuk membantu optimalisasi hasil belajar. Optimalisasi hasil belajar ini dapat dilihat tidak hanya dari hasil belajar (output) namun juga dilihat dari proses berupa interaksi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat merangsang untuk terjadinya proses belajar dan mempercepat penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif terhadap bidang ilmu yang dipelajarinya. Pemanfaatan sumber belajar dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu sumber belajar yang sengaja dirancang untuk pembelajaran (by design) dan sumber belajar yang dapat langsung dimanfaatkan yang berada dilingkungan tempat kegiatan belajar yang tidak secara khsusus dirancang untuk pembelajaran (by utilization)
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi kemampuannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru dalam kaitannya dengan keterampian pemilihan media pengajaran. Di samping itu memberikan kemungkinan pada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajar secara bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap spekulatif. Sebelum menggunakan media dalam pembelajaraan, guru harus memahami karakteristik, jenis serta pengelompokkan dari media yang akan digunakannya. Dengan media yang akan digunakannya tersebut, guru harus menyakinkan dirinya bahwa media yang akan digunakannya tersebut, akan benar-benar memberikan nilai positif terhadap kualitas pembelajaran yang akan dilakukannya. 

E. Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran
Sebagaimana telah disinggung di depan, bahwa setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan keampuhan masing-masing, maka diharapkan kepada guru agar mampu menentukan pilihannya sesuai dengan kebutuhan pada saat melakukan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai penggunaan media menjadi penghalang proses belajar mengajar yang dilakukan guru dalam kelas. Harapan yang besar tentu saja agar media menjadi alat bantu yang dapat mempercepat/mempermudah pencapaian tujuan pengajaran. Ketika suatu media akan dipilih, dan atau ketika suatu media akan dipergunakan, ketika itulah beberapa prinsip pemilihan media perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru.
Sudirman N. (1991) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibaginya kedalam 3 kategori, sebagai berikut:
1. Tujuan Pemilihan
Memilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran (siswa belajar), untuk informasi yang bersifat umum, ataukah untuk sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong? lebih spesifik lagi, apakah untuk pengajaran kelompok atau pengajaran individual, apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK, SD, SMP, SMU, SMK, siswa tuna rungu, tuna netra, masyarakat pedesaan, ataukah masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.
2. Alternatif Pilihan
Memilih pada hakikatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat berbagai media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan apabila media pengajaran itu hanya ada satu, maka guru itu bisa memilih, tetapi menggunakan apa adanya .
Dalam menggunakan media hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Nana Sudjana (1991:104) adalah ;
a. Menentukan jenis media dengan tepat; artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan.
b. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik.
c. Menyajikan media dengan tepat; artinya, teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu, dan sarana yang ada.
d. Menempatkan atau memperlihathan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus-menerus menjelaskan sesuai dengan media pengajaran.

Keempat prinsip ini hendaknya diperhatikan oleh guru pada waktu ia menggunakan media pengajaran.
3. Kriteria Pemilihan Media
Kriteria utama dalam pemilihan media pembelajaran adalah ketepatan tujuan pembelajaran, artinya dalam menentukan media yang akan digunakan dasar pertimbangannya adalah bahwa media tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Mc, Connel (1974) mengatakan bila itu sesuai pakailah !, "If the medium fits, use it", artinya pemilihan media harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, kondisi dan keterbatasan yang ada dengan mengingat kemampuan dan karakteristik media yang bersangkutan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan media ini, diantaranya :
a. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi, sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami peserta didik.
b. Kemudahan dalam memperoleh media yang akan digunakan; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh. Media grafis umumnya mudah diperoleh bahkan dibuat sendiri oleh guru.
c. Keterampilan guru dalam menggunakannya; apapun jenis media yang diperlukan, syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam prosses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaan oleh guru pada saat terjadinya interaksi belajar siswa dengan lingkungannya.
d. Tersedia waktu untuk menggunakannya; sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung.
e. Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa sehingga makna yaang terkandung didalamnya mudah dipahami oleh siswa.
4. Model/Prosedur Pemilihan Media
Beberapa pakar pendidikan telah banyak memberikan arahan tentang bagaimana model/ prosedur pemilihan media yang tepat digunakan untuk berbagai situasi belajar serta sesuai dengan karakteristik dari materi yang akan diajarkannya. Jika dilihat dari bentuknya, cara-cara pemilihan media dikelompokan mejadi 3 model, diantaranya sebagai berikut:
a. Model flow chart adalah model yang menggunakan sistem pengguguran/ eliminasi dalam pengambilan keputusan pemilihan media. Reiser & Gagne (1983). Adalah salah satu yang mengembangkan model pemilihan media menggunakan model flow chart. Secara umum, Reiser & Gagne memberikan suatu tuntunan kepada kita sebagai guru yang akan mempergunakan media dalam proses pembelajaran. Proses pemilihan media yang akan dipergunakan tersebut akan sangat tergantung kepada karakteristik dari materi pelajaran yang akan diajarkan. Ada beberapa pertanyaan yang harus kita jawab sebelumnya, sebelum kita mengambil keputusan untuk menentukan jenis media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Beberapa pertanyaan yang dimaksud adalah menyangkut :
1) Apakah pelajaran yang akan disampaikan merupakan sikap atau berupa informasi verbal?;
2) Apakah menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan?;
3) Apakah menyangkut pengajaran keterampilan praktis ?.
b. Model matrik adalah model yang menangguhkan kriteria pemilihannya diidentifikasi.
c. Model cheklist adalah model yang juga menangguhkan keputusan pemilihan sampai semua kriteria dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Hakikat Media dalam Pembelajaran. (Online). Tersedia         http://goeroendeso.files.wordpress.com/2009/03/1-hakikat-media-dalam-pembelajaran.pdf. Diakses tangal 9 Januari 2013. 
Darsono dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Depdiknas. 2006. Model Pengembangan Silabus. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara
Kiranawati. 2007. Buku Saku KTSP (5). (Online). Tersedia         http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/21/buku-saku-ktsp-5/. Diakses 9 Januari         2013.
Nursidik, Yahya. 2009. Deskripsi Rancangan Silabus atau Rancangan Silabus. Tersedia http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/01/deskripsi-rancangan-silabus-atau.html. Diakses tanggal 9 Januari 2013.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


Tidak ada komentar: